Jumat, 20 Mei 2011

Pengemudi Perahu dan Petani Memainkan Peran yang Besar Dalam Pendidikan

Indra Harsaputra

Untuk anak-anak dari desa terpencil di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, pengemudi perahu dan petani setempat adalah pahlawan sejati didalam mengejar pendidikan.

Jika sang pengemudi melewatkan satu hari kerja, Julianti, 13 tahun, dan belasan murid-murid SMP 33 yang tinggal di Kampung Benabaru, Kecamatan Sambaliung, benar-benar harus menaiki dan menuruni bukit selama lebih dari satu jam untuk mencapai sekolah.

“Jalur berlumpur ke sekolah sangat licin dan tak ada kendaraan dipagi hari. Kami juga harus berjalan melewati hutan … di sana banyak sekali terdapat monyet liar,” katanya.

Kampung itu terletak 20 km lebih dari Kota Tanjung Redeb, pusat pemerintahan Kabupaten Berau. Kebanyakan penduduk adalah nelayan dengan pendapatan bulanan berkisar antara Rp 500.000,00 dan Rp 1.000.000,00. Sekitar 174 keluarga tinggal di kampong. Kampung itu hanya memiliki satu sekolah dasar, jadi anak-anak harus berjalan jauh untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi.

Untuk mencapai Tanjung Redeb, lokasi dimana sekolah itu berada, penduduk harus menaiki perahu untuk menyebrangi Sungai Kelay, yang mengalir dari Laut Sulawesi, dan melanjutkan perjalanan dengan bis umum, yang masing-masingnya hanya mengangkut 15 penumpang.

Hanya ada dua bis umum dan bis-bis itu beroperasi dua kali sehari; jam 8 pagi dan sore hari. Jika penduduk ketinggalan bis, mereka harus membayar Rp 50.000,00 untuk menyewa perahu mengantarkan mereka ke dermaga Tanjung Redeb.

Perahu panjang ini adalah “pangkalan mobil” yang disediakan untuk murid-murid secara gratis oleh Berau Coal, perusahaan terbesar yang beroperasi di Kalimantan Timur.
“Kami beruntung masih dapat pergi sekolah. Kami sangat berterima kasih untuk layanan perahu panjang,” demikian kata Julianti.

Berau Coal juga menyediakan sebuah layanan pangkalan mobil untuk para murid di Desa Tumbit Melayu, Tumbit Dayak, Long Lanuk dan Meraang.
Ahmad Effendi adalah seorang petani yang merubah mobilnya menjadi kendaraan sekolah.
“Ini bukan karena saya mendapatkan uang banyak; Saya mengambil tanggung jawab mengantarkan para murid ke sekolah. Semua masalah sepertinya terbayar saat melihat anak-anak dapat tiba di sekolah dengan selamat dan bahagia”, kata Ahmad.

Rahmawati, 17 tahun, seorang siswi SMK 2 Tanjung Redeb, terpaksa hidup terpisah dari keluarganya supaya dapat sekolah. Dia sekarang tinggal di salah satu dari enam asrama yang dibangun oleh pemerintah Berau dan Berau Coal untuk murid-murid dari daerah terpencil di Kalimantan.

“Terlalu mahal untuk pulang-pergi dari rumah ke sekolah dan biasanya memakan waktu berjam-jam. Sekarang saya pulang ke rumah setiap tiga atau enam bulan,” katanya, menambahkan bahwa dirinya belajar dengan tekun untuk mendapatkan beasiswa dari Berau Coal untuk mewujudkan impiannya mengambil pertanian sebagai subjek utama sehingga dia dapat mengembangkan kampong halamannya.

Berau menunjukkan pencapaian yang baik di dalam dunia pendidikan. Sementara berbagai daerah kesulitan melampaui nilai standar kelulusan, seluruh murid sekolah dasar Berau yang berjumlah 3.025 orang lulus ujian, diikuti dengan 99.15% murid SMP, 95,91% murid SMA dan 91,95% murid SMK.

Di atas itu semua, siswi SMA Riana Pangestu Utami memenangkan hadiah utama pada Olimpiade Astronomi Asia Pasifik yang di adakan di Damyang, Korea Selatan, tahun 2009, sementara itu Hairil Anwar menerima sebuah Piala Penghargaan pada Olimpiade Fisika Internasional di Thailand tahun 2010.

Kepala Dinas Pendidikan Berau, Rohaini, mengatakan pemerintah saat ini sedang mengembangkan program “pendidikan untuk semua” sampai ke daerah yang paling terpencil. “Kami membangun akses jalan ke daerah terpencil agar murid-murid dapat pergi ke sekolah dengan lebih mudah,” katanya.

Ketika lebih banyak jalan dibangun, dan saat lebih banyak kendaraan umum, dan ketika lebih banyak lagi lulusan universitas yang dapat menolong mengembangkan Berau, maka mungkin itulah saatnya bagi truk petani dan perahu panjang untuk beristirahat.

Sumber: The Jakarta Post

1 komentar:

Anonim mengatakan...

terlalu manusiawi