Jumat, 05 September 2008

Ma'afkan Bapak, Anakku

"Begini nih jadinya kalo' ngobrol terus, ngga' ngerti kan?" kataku kepada salah seorang murid yang selalu membuat ulah selama jam pelajaran matematika berlangsung.

Saya cukup repot juga menghadapi anak yang satu ini. Biasanya kalau sudah demikian saya akan menyuruh dia menulis kesalahannya di kartu undisciplined record dan memberinya 2 poin. Poin-poin ini akan dikumpulkan selama sebulan, jika sudah mencapai 25 atau lebih maka akan diberikan konsekuensi mulai dari teguran, pemanggilan orang tua bahkan skorsing selama 3 hari.

Kalau undiciplined record tidak mempan maka saya akan memberikan soal tambahan kepadanya. Jadi setiap kali dia membuat ulah maka soal tambahan akan menantinya. Hmmh... kalo' sudah begini sih biasanya dia menjadi agak tenang di kelas.

Nah yang jadi masalah adalah pas jam pelajaran berakhir tugasnya itu ngaa' kelar, kalo' disuruh dibawa pulang ke rumah besoknya pasti dia bilang, "Lupa, Pak ..." (sambil garuk-garuk kepala, padahal saya tau kepalanya ngga' gatel tuh). Dan... hasil ulangannya pun sudah bisa dipastikan jeblok.

Pff... untuk sementara waktu saya pusing juga menghadapi anak model begini. Di rumah saya coba untuk merenungkan kejadian-kejadian di kelas, berusaha mencari solusinya. Tiba-tiba terbersit di benak saya bahwa selama ini ternyata saya selalu terfokus kepada kebandelannya saja tapi tidak berusaha untuk memahami apa yang sedang terjadi pada dirinya. Berangkat dari situ akhirnya saya memutuskan untuk meluangkan lebih banyak waktu dengannya.

Besoknya ketika pelajaran matematika berlangsung saya duduk disebelahnya. Saya bimbing dia setiap kali dia kesulitan dengan latihannya sampai hal-hal yang kecil. Karena saya ada disampingnya sepanjang jam pelajaran maka dia tidak bisa berkutik, bandelnya berkurang. Lumayaan....

Hal itu saya lakukan selama kurang lebih 2 bulan sampai suatu hari saya ada keperluan sehingga terpaksa hanya meninggalkan tugas saja di kelas. Ketika saya selesai dengan keperluan saya dan kembali ke kelas saya melihat anak itu sedang asyik dengan tugasnya. "Waduh... ngga' salah nih", pikir saya dalam hati karena melihat perubahannya yang menggembirakan. Dan sampai sekarang dia tidak pernah ribut lagi di kelas selama pelajaran matematika berlangsung.

Rupanya bukan karena bandel anak menjadi tidak mengerti tapi karena tidak mengerti mereka menjadi bandel. Ma'afkan Bapak, Anakku.


Pak Isma

Tidak ada komentar: